Home

Kamis, 30 Mei 2013

ASAL MUASAL NAMA KUNINGAN

Sedikitnya terdapat 5 versi mengenai asal muasal nama Kabupaten Kuningan.


(1)   Nama Kuningan berasal dari nama logam kuningan

Dalam Bahasa Sunda (juga Bahasa Indonesia), kuningan adalah sejenis logam yang terbuat dari bahan campuran berupa timah, perak, dan perunggu. Jika disepuh, logam ini akan berwarna kuning mengkilap seperti emas. Logam ini biasa digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai benda seperti patung, bokor, kerangka lampu, dan hiasan dinding.
Di daerah Sangkanherang, dekat Jalaksana, sebelum 1941 ditemukan beberapa patung kecil yang terbuat dari kuningan. Hingga 1950an, barang-barang kuningan banyak diminati oleh kaum elit Kuningan.


(2)   Nama Kuningan berasal dari legenda bokor kuningan

Ada dua versi legenda bokor kuningan:

  1. Dalam cerita Ciung Wanara, di daerah Ciamis pra-Islam, sebuah bokor digunakan untuk menguji kesaktian seorang pendeta Galuh bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang. Pendeta ini diminta oleh Raja Galuh (beribukota di Bojong Galuh, daerah Karangkamulyan sekarang) untuk menaksir perut putrinya yang buncit, apakah sedang hamil atau tidak. Jika salah taksir, pendeta tersebut akan dihukum mati. Hal ini sebenarnya hanyalah siasat sang raja. Buncitnya perut sang putri karena sudah dipasangi bokor kuningan yang ditutupi kain sehingga tampak seperti wanita hamil. Siasat ini dilakukan untuk mencelakakan sang pendeta.

Ajar Sukaresi kemudian menaksir bahwa sang putri tengah hamil. Raja sangat gembira karena sang pendeta telah salah taksir dan kemudian memerintahkan menghukum mati sang pendeta. Namun, ternyata kemudian sang putri benar-benar hamil. Sang raja marah dan spontan menendang bokor kuningan, kuali, dan penjara besi yang berada di sekitar istananya.

Bokor tersebut jatuh di daerah utara, di derah Kuningan. Daerah ini kemudian dinamai Kuningan yang terus berlaku hingga sekarang.
Kuali juga jatuh di utara, hanya lebih dekat. Daerah tempat jatuhnya kuali kemudian dinamai Kawali (Bahasa Sunda dari kuali), termasuk daerah Ciamis sekarang.
Penjara besi jatuh di sebelah barat. Daerah ini kemudian dinamai Kandangwesi (Bahasa Sunda dari penjara besi), nama daerah di Garut selatan.

  1. Dalam Babad Cirebon dan tradisi legenda Kuningan, bokor tersebut digunakan untuk menguji Sunan Gunung Jati pada masa Islamisasi. Jalan ceritanya hampir sama dengan cerita Ciung Wanara. Perbedaannya adalah waktu, tempat, tujuan dan akibat pengujian itu, serta tidak adanya penendangan bokor. Namun, cerita Ciung Wanara jauh lebih tua dari cerita yang ini.

Legenda ini terjadi di Luragung (sekarang kecamatan di Kuningan timur). Tujuan pengujian ini hanya untuk menguji keluruhan ilmu Sunan Gunung Jati. Anak yang lahir adalah anak laki-laki yang kemudian dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa Luragung. Sunan Gunung Jati yang merupakan Sultan Cirebon kemudian mengangkat anak tersebut menjadi pemimpin Kuningan dengan gelar Sang Adipati Kuningan.
Hal inilah yang menjadikan bokor sebagai salah satu lambang Kuningan, selain kuda yang merupakan kuda sembrani bernama Si Windu milik Dipati Ewangga, seorang panglima perang Kuningan.

Lambang Kabupaten Kuningan

Patung Kuda Sembrani


(3)   Nama Kuningan berasal dari nama daerah Kajene

Menurut tradisi lisan legenda Kuningan, awalnya daerah Kuningan bernama Kajene. Arti “kajene” adalah warna kuning (“jene” dalam Bahasa Jawa berarti warna kuning). Namun, nama “kajene” sebagai nama awal daerah Kuningan diragukan. Menurut naskah Carita Parahiyangan (sumber tertulis yang disusun di Ciamis pada akhir abad 16), Kuningan sebagai nama daerah (kerajaan) sudah dikenal sejak masa awal Kerajaan Galuh, yakni sejak akhir abad 7 atau awal abad 8 M.


(4)   Nama Kuningan berasal dari nama ajian “dangiang kuning”

Ajian “dangiang kuning” dimiliki oleh Demunawan, salah seorang yang pernah menjadi raja di Kuningan pada masa awal Kerajaan Galuh.


(5)   Nama Kuningan berasal dari sistem kalender Hindu

Dalam sistem kalender Hindu, terdapat siklus waktu upacara keagamaan seperti yang masih dipakai oleh umat Hindu Bali sekarang. Kuningan menjadi nama waktu (wuku) ke-12 dalam sistem kalender tersebut. Pada periode Wuku Kuningan selalu diadakan upacara keagamaan sebagai hari raya. Konon, nama Wuku Kuningan mengilhami atau mendorong pemberian nama pada daerah ini.


P.S.

Pelantikan Adipati Kuningan terjadi pada 4 Muharram. Dalam penanggalan Masehi, tanggal ini bertepatan dengan 1 September 1498. Sejak 1978, tanggal pelantikan ini ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan.

Pada 1527, pasukan Kuningan diikutsertakan dalam penyerangan ke Sunda Kelapa (sekarang Jakarta) bersama pasukan Cirebon dan Demak. Pasukan Kuningan dipimpin oleh Dipati Ewangga yang juga mempunyai julukan Dipati Cangkuang (karena menetap di daerah Cangkuang). Dipati Ewangga dan pasukannya ada yang terus menetap di Sunda Kelapa (yang kemudian berubah nama menjadi Jayakarta). Mereka kemudian memilih daerah agak ke dalam dari pelabuhan sebagai tempat tinggal, di daerah yang sekarang disebut Kuningan, di Jakarta Selatan.



Thanks for reading ^_^

Sumber:
Buku “Sejarah Kuningan: Dari Masa Prasejarah hingga Terbentuknya Kabupaten”, 2003, karya Prof. Dr. Edi S. Ekadjati


P.S.
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



1 komentar: