Sedikitnya terdapat 5
versi mengenai asal muasal nama Kabupaten Kuningan.
(1)
Nama Kuningan berasal dari nama logam
kuningan
Dalam Bahasa Sunda (juga Bahasa Indonesia),
kuningan adalah sejenis logam yang terbuat dari bahan campuran berupa timah,
perak, dan perunggu. Jika disepuh, logam ini akan berwarna kuning mengkilap
seperti emas. Logam ini biasa digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai
benda seperti patung, bokor, kerangka lampu, dan hiasan dinding.
Di daerah Sangkanherang, dekat
Jalaksana, sebelum 1941 ditemukan beberapa patung kecil yang terbuat dari
kuningan. Hingga 1950an, barang-barang kuningan banyak diminati oleh kaum elit
Kuningan.
(2)
Nama Kuningan berasal dari legenda
bokor kuningan
Ada dua versi legenda bokor kuningan:
- Dalam cerita Ciung Wanara,
di daerah Ciamis pra-Islam, sebuah bokor digunakan untuk menguji kesaktian
seorang pendeta Galuh bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang.
Pendeta ini diminta oleh Raja Galuh (beribukota di Bojong Galuh, daerah
Karangkamulyan sekarang) untuk menaksir perut putrinya yang buncit, apakah
sedang hamil atau tidak. Jika salah taksir, pendeta tersebut akan dihukum
mati. Hal ini sebenarnya hanyalah siasat sang raja. Buncitnya perut sang
putri karena sudah dipasangi bokor kuningan yang ditutupi kain sehingga
tampak seperti wanita hamil. Siasat ini dilakukan untuk mencelakakan sang
pendeta.
Ajar Sukaresi kemudian menaksir bahwa
sang putri tengah hamil. Raja sangat gembira karena sang pendeta telah salah
taksir dan kemudian memerintahkan menghukum mati sang pendeta. Namun, ternyata
kemudian sang putri benar-benar hamil. Sang raja marah dan spontan menendang
bokor kuningan, kuali, dan penjara besi yang berada di sekitar istananya.
Bokor tersebut jatuh di daerah utara,
di derah Kuningan. Daerah ini kemudian dinamai Kuningan yang terus berlaku
hingga sekarang.
Kuali juga jatuh di utara, hanya
lebih dekat. Daerah tempat jatuhnya kuali kemudian dinamai Kawali (Bahasa Sunda
dari kuali), termasuk daerah Ciamis sekarang.
Penjara besi jatuh di sebelah barat.
Daerah ini kemudian dinamai Kandangwesi (Bahasa Sunda dari penjara besi), nama
daerah di Garut selatan.
- Dalam Babad Cirebon dan tradisi legenda Kuningan, bokor tersebut
digunakan untuk menguji Sunan Gunung Jati pada masa Islamisasi. Jalan
ceritanya hampir sama dengan cerita Ciung
Wanara. Perbedaannya adalah waktu, tempat, tujuan dan akibat pengujian
itu, serta tidak adanya penendangan bokor. Namun, cerita Ciung Wanara jauh lebih tua dari cerita
yang ini.
Legenda ini terjadi di Luragung
(sekarang kecamatan di Kuningan timur). Tujuan pengujian ini hanya untuk
menguji keluruhan ilmu Sunan Gunung Jati. Anak yang lahir adalah anak laki-laki
yang kemudian dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa Luragung. Sunan
Gunung Jati yang merupakan Sultan Cirebon kemudian mengangkat anak tersebut
menjadi pemimpin Kuningan dengan gelar Sang Adipati Kuningan.
Hal inilah yang menjadikan bokor
sebagai salah satu lambang Kuningan, selain kuda yang merupakan kuda sembrani
bernama Si Windu milik Dipati Ewangga, seorang panglima perang Kuningan.
Lambang Kabupaten Kuningan |
Patung Kuda Sembrani |
(3)
Nama Kuningan berasal dari nama
daerah Kajene
Menurut tradisi lisan legenda
Kuningan, awalnya daerah Kuningan bernama Kajene. Arti “kajene” adalah warna
kuning (“jene” dalam Bahasa Jawa berarti warna kuning). Namun, nama “kajene”
sebagai nama awal daerah Kuningan diragukan. Menurut naskah Carita Parahiyangan (sumber tertulis
yang disusun di Ciamis pada akhir abad 16), Kuningan sebagai nama daerah (kerajaan)
sudah dikenal sejak masa awal Kerajaan Galuh, yakni sejak akhir abad 7 atau
awal abad 8 M.
(4)
Nama Kuningan berasal dari nama ajian
“dangiang kuning”
Ajian “dangiang kuning” dimiliki oleh
Demunawan, salah seorang yang pernah menjadi raja di Kuningan pada masa awal
Kerajaan Galuh.
(5)
Nama Kuningan berasal dari sistem
kalender Hindu
Dalam sistem kalender Hindu, terdapat
siklus waktu upacara keagamaan seperti yang masih dipakai oleh umat Hindu Bali
sekarang. Kuningan menjadi nama waktu
(wuku) ke-12 dalam sistem kalender tersebut. Pada periode Wuku Kuningan selalu diadakan upacara keagamaan sebagai hari raya.
Konon, nama Wuku Kuningan mengilhami
atau mendorong pemberian nama pada daerah ini.
P.S.
Pelantikan Adipati
Kuningan terjadi pada 4 Muharram. Dalam penanggalan Masehi, tanggal ini
bertepatan dengan 1 September 1498. Sejak 1978, tanggal pelantikan ini
ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan.
Pada 1527, pasukan
Kuningan diikutsertakan dalam penyerangan ke Sunda Kelapa (sekarang Jakarta)
bersama pasukan Cirebon dan Demak. Pasukan Kuningan dipimpin oleh Dipati
Ewangga yang juga mempunyai julukan Dipati Cangkuang (karena menetap di daerah
Cangkuang). Dipati Ewangga dan pasukannya ada yang terus menetap di Sunda
Kelapa (yang kemudian berubah nama menjadi Jayakarta). Mereka kemudian memilih
daerah agak ke dalam dari pelabuhan sebagai tempat tinggal, di daerah yang
sekarang disebut Kuningan, di Jakarta Selatan.
Thanks for reading ^_^
Sumber:
Buku “Sejarah Kuningan: Dari Masa Prasejarah
hingga Terbentuknya Kabupaten”, 2003, karya Prof. Dr. Edi S. Ekadjati
P.S.
Silakan
kalau mau copy-paste, namun kalau
tidak keberatan mohon sertakan link-back
ke blog ini. Terima kasih.
mantaap!!!
BalasHapus