Candi Cetho, atau Candi Cetha, terletak pada ketinggian 1400 meter dpl di
Gunung Lawu, di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar. Dalam bahasa Jawa, “cetho” berarti “jelas” atau “jernih”. Keberadaan
kompleks candi ini pertama kali dilaporkan oleh Van der Vlies pada 1842.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Van der Vlies maupun A.J. Bernet
Kempers, kompleks Candi Cetho terdiri dari 14 teras (aras). Namun, yang ada
saat ini hanya 13 teras, yang 9 di antaranya telah dipugar, yang tersusun dari
barat ke timur dengan pola susunan semakin meninggi yang menandakan tempat
paling suci. Masing-masing halaman teras dihubungkan oleh sebuah pintu dan
jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua bagian. Pada
1928, Dinas Purbakala Hindia Belanda mengadakan penelitian dan ekskavasi untuk
mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap. Berdasarkan penelitian
pada reruntuhan, diketahui bahwa usia Candi Cetho tidak berbeda jauh dengan
usia Candi Sukuh.
|
Kompleks Candi Cetho |
Gapura yang
berdiri menjulang pada kompleks candi ini mirip dengan gapura di Pulau Bali.
Sebelum gapura besar ini, terdapat dua arca yang memiliki ciri-ciri masa prasejarah, yang digambarkan dalam
bentuk sederhana yaitu kedua tangan diletakkan di perut atau dada. Sikap arca
semacam ini mirip pada patung-patung sederhana di daerah Bada, Sulawesi Tengah. Beberapa kalangan meyakini bahwa arca ini merupakan
arca orang Sumeria.
|
Gapura di Candi Cetho |
|
Arca "penjaga" |
Aras pertama
setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras ke dua pun masih berupa
halaman dan terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Cetho.
Pada aras ke tiga terdapat susunan batu datar di permukaan tanah yang
menggambarkan kura-kura raksasa, pahatan berbentuk Matahari yang menggambarkan
Surya Majapahit (lambang Kerajaan Majapahit), lingga (simbol penis) dan yoni
(simbol vagina) sepanjang 2 meter dengan hiasan tindik bertipe ampallang. Berbeda dengan lingga dan yoni yang terdapat pada
kompleks Candi Sukuh, lingga dan yoni pada kompleks Candi Cetho ini terletak di
tanah lapang dan akan telihat sempurna bila dilihat dari atas.
|
Kepala kura-kura raksasa |
|
Surya Majapahit |
|
Lingga dan Yoni |
Pada aras
selanjutnya, terdapat deretan batu pada dua dataran berdekatan yang memuat
relief menggambarkan cuplikan kisah Sudhamala, yang juga terdapat pada Candi
Sukuh. Pada dua aras berikutnya terdapat pendapa-pendapa yang mengapit jalan
menuju candi. Pendapa-pendapa tersebut hingga sekarang digunakan sebagai tempat
ritual keagamaan.
|
Relief Sudhamala |
|
Pendapa |
Pada aras ke
tujuh terdapat dua arca, di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan
arca Sabdapalon dan di selatan adalah arca Nayagenggong. Mereka berdua
merupakan tokoh setengah mitos (yang entah ada dalam sejarah atau tidak),
bahkan ada yang menganggap bahwa mereka berdua sebenarnya adalah orang yang
sama, yang diyakini sebagai penasehat spiritual Raja Brawijaya V.
|
Arca Sabdapalon |
|
Arca Nayagenggong |
Pada aras ke
delapan terdapat arca lingga (atau kuntobimo) di sisi utara dan arca Brawijaya
V dalam wujud mahadewa. Aras ke sembilan merupakan puncak yang digunakan untuk
pemanjatan doa. Di sinilah letak Candi Cetho yang mirip dengan Candi Sukuh.
|
Arca kuntobimo |
|
Arca Prabu Brawijaya V |
|
Candi Cetho |
Sampai
sekarang, Candi Cetho masih digunakan oleh penduduk setempat yang beragama
Hindu atau Kejawen untuk beribadah. Mereka meletakkan sesajen pada arca
kemudian naik ke teras tertinggi untuk melakukan ritual.
Pada Candi
Cetho ditemukan prasasti yang berangka tahun 1373 Saka, atau sama dengan 1451
Masehi. Berdasarkan prasasti tersebut dan relief-relief binatang serta arca,
kompleks Candi Cetho diperkirakan dibangun sekitar abad 15, di masa akhir
Kerajaan Majapahit. Relief binatang lain yang ada di kompleks candi ini adalah relief
kadal, gajah, ikan, kodok, belut, dan ketam.
|
Relief binatang |
Struktur
kompleks candi ini merupakan hasil pemugaran pada akhir 1970an oleh Humardani,
asisten pribadi Presiden Soeharto. Bangunan-bangunan baru seperti pendapa dari
kayu juga didirikan. Pemugaran dan pembangunan ini sempat disayangkan oleh para
arkeolog karena tidak memerhatikan konsep arkeologi sehingga hasilnya tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Banyak renovasi mengubah kondisi
candi seperti saat pertama kali ditemukan, meski beberapa bangunan unik masih
tetap dipertahankan. Bangunan lain yang dipugar atau didirikan adalah gapura di
depan, bangunan kayu untuk bertapa, arca Sabdapalon, arca Nayagenggong, arca
Brawijaya V, lingga, dan bangunan kubus pada bagian puncak candi.
Di sebelah
timur kompleks candi ini terdapat arca Dewi Saraswati. Puri Dewi Saraswati yang
menyerupai taman ini berada di bukit yang lebih tinggi. Bangunan utamanya
adalah lapangan terbuka berlantai batu. Arca yang merupakan sumbangan Kabupaten
Gianyar, Bali, ini berdiri di atas kolam dengan latar belakang pepohonan pinus.
Di sebelah kanannya merupakan jalan kecil menuju Sendang Pundi Sari yang
dulunya merupakan tempat penyucian diri sebelum sembahyang di candi. Dan tidak
jauh dari situ terdapat Candi Kethek (candi kera) yang disusun dari batu dan
menyerupai punden berundak.
|
Arca Saraswati
|
|
Sendang Pundi Sari |
|
Candi Kethek |
Yang menarik
dan misterius mengenai candi ini adalah, seperti halnya Candi Sukuh,
strukturnya yang menyerupai piramida suku Maya. Beberapa kalangan bahkan
menilai strukturnya yang aneh ini berhubungan dengan lokasi Atlantis yang berada
di Indonesia yang dahulu diyakini merupakan pusat kebudayaan dunia.
|
Candi Sukuh - Piramida Maya - Candi Cetho |
Kompleks Candi
Cetho relatif dekat dengan kompleks Candi Sukuh, Tawangmangu dan Danau
Serangan. Namun, medan untuk mencapai kompleks ini bisa dibilang tidak mudah,
banyak turunan dan tanjakan, serta tikungan tajam dan sempit. Sepanjang
perjalanan menuju kompleks, terhampar perkebunan teh yang berbukit-bukit. Dari
kompleks candi ini, pemandangan kota Solo bisa terlihat.
Thanks for reading ^_^
Sumber:
PS:
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan
mohon sertakan link-back ke blog ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar