Home

Kamis, 12 Desember 2013

ASAL USUL WANGSA SYAILENDRA

Wangsa Syailendra adalah wangsa pendiri Kerajaan Mataram.

Istilah Syailendrawangsa pertama kali dijumpai pada prasasti Kalasan berangka tahun 700 Saka (778 M), kemudian pada prasasti Kelurak tahun 704 S (782 M), pada prasasti Abhayagiriwihara dari bukti Ratu Boko tahun 714 S (792 M), pada prasasti Kayumwungan tahun 746 S (824 M).

Yang menarik, istilah Syailendrawangsa juga muncul di luar Jawa, yaitu pada prasasti Ligor B, salah satu sisi prasasti Ligor. Sisi A prasasti Ligor berangka tahun 697 S (775 M). Sisi B-nya terdiri dari empat baris yang ternyata tidak diselesaikan. Pada sisi B inilah terdapat nama raja Sriwijaya yang mengaku terlahir dari wangsa Syailendra. Prasasti Ligor A diperkirakan tiga perempat abad lebih tua dari Ligor B. Boechari menduga bahwa prasasti Ligor B dikeluarkan oleh Raja Balaputradewa.

Prasasti Kalasan
Prasasti Kelurak
Prasasti Ratu Boko

Prasasti Kayumwungan 
Semua prasasti tersebut di atas menggunakan bahasa Sansekerta, dan tiga di antaranya – kecuali prasasti Kayumwungan – menggunakan huruf siddham, bukan huruf Pallawa atau huruf Jawa kuna sebagaimana umumnya prasasti Jawa.

Istilah “syailendra” berarti “raja gunung”, dan nama wangsa ini juga terdapat di India dan Asia Tenggara.


Pendapat-Pendapat tentang Asal Usul Syailendra

Menurut R.C. Majumdar
Wangsa Syailendra yang ada di Indonesia, baik yang di Jawa atau di luar Jawa, berasal dari Kalingga, India Selatan.

Menurut G. Coedes
Wangsa Syailendra berasal dari Funan atau Kamboja. Menurutnya, ejaan Funan dalam berita-berita China itu berasal dari kata Khmer kuna “vnam” atau “bnam” yang berarti “gunung”; dalam bahasa Khmer sekarang “phnom”. Raja-raja Funan disebut parwatabhupala, yang berarti “raja gunung”, arti yang sama dengan “syailendra”. Setelah Kerajaan Funan runtuh sekitar 620 M, ada anggota wangsa Funan yang menyingkir ke Jawa, dan menjadi penguasa di Jawa pada pertengahan abad 8 M, dengan memakai nama Syailendra.

Menurut J. Przyluski
Przyluski beranggapan argumentasi Coedes didasarkan dari tafsiran meragukan dari satu bait dalam prasasti Kuk Prah Kot. Menurutnya, istilah Syailendra dipakai untuk menunjukkan bahwa raja-raja itu menganggap dirinya berasal dari Syailendra yang berarti raja gunung, dan sebutan bagi Syiwa, yaitu Girisa. Dengan kata lain, raja-raja Syailendra di Jawa menganggap leluhurnya ada di atas gunung. Hal ini berarti wangsa Syailendra berasal asli dari Indonesia.

Menurut Nilakanta Sastri
Wangsa Syailendra berasal dari daerah Pandya, India Selatan.

Menurut J. L. Moens
Wangsa Syailendra berasal dari India Selatan, yang pada awalnya berkuasa di Palembang, kemudian pada 683 M melarikan diri ke Jawa karena serangan Sriwijaya dari semenanjung Malaya.

Menurut J. G. de Casparis
Senada dengan Coedes, Casparis beranggapan bahwa wangsa Syailendra berasal dari Kamboja. Dia berhasil menemukan istilah “waranaradhirajaraja” dalam prasasti Plaosan Lor dan Kelurak. Dia mengidentifikasikan Waranara itu dengan Narawaranagara atau Nafuna dalam berita China, yaitu pusat Kerajaan Funan setelah berpindah dari Wyadhapura atau Temu setelah mendapat serangan dari Chenla di bawah pimpinan Bhawawaraman dan Citraresna pada pertengahan ke dua abad 6 M. Setelah pindah dari Nafuna (yang berlokasi di dekat Angkor Borei), ada beberapa raja tersebut yang pergi ke Jawa dan berhasil mengalahkan raja yang berkuasa di Jawa, yaitu Sanjaya dan keturunan-keturuannya. Dengan demikian, di Jawa pada awalnya berkuasa wangsa yang beragama Syiwa, dan setelah kedatangan raja Nafuna yang berhasil menaklukkannya, di Jawa Tengah terdapat dua wangsa, yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Syiwa dan wangsa pendatang yang menamakan diri wangsa Syailendra yang beragama Budha.

Menurut Poerbatjaraka
Poerbatjaraka menentang dan tersinggung dengan pendapat yang menyatakan bahwa wangsa Syailendra berasal dari luar Indonesia. Menurutnya, Sanjaya dan keturunannya berasal dari wangsa Syailendra dan asli dari Indonesia. Wangsa ini awalnya beragama Syiwa, namun sejak diperintah oleh Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi Budha Mahayana. Dia merujuk pada kitab Carita Parahyangan yang memuat keterangan bahwa Rahyang Sanjaya telah menganjurkan anaknya, Rahyangta Panaraban, untuk meninggalkan agama yang dianutnya. Rahyangta Panaraban diidentifikasikan sebagai Rakai Panangkaran.

Prasasti Sojomerto
Prasasti batu berbahasa Melayu kuna ditemukan di Sojomerto, Pekalongan. Di desa tersebut juga ditemukan prasasti batu berbahasa Sansekerta yang tidak diketahui jelas asalnya. Prasasti Sojomerto menyebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayah dan ibunya, Santanu dan Bhadrawati, dan istrinya yang bernama Sampula. Ada satu tokoh lagi yang disebutkan namun namanya tidak terbaca. Istilah yang menunjukkan hubungan antara tokoh-tokoh ini juga tidak terbaca. Dapunta Selendra diberi gelar Hiyang, sehingga mungkin merupakan tokoh yang telah diperdewakan dan dianggap sebagai leluruh Dapunta Selendra.

Sebagaimana wangsa Isana yang berpangkal pada Empu Sindok – yang bergelar Sri Isanawikramadharmotunggadewa – dan wangsa Rajasa yang berpangkal pada Ken Arok – yang bergerlar Sri Rajasa, maka wangsa Syailendra juga pasti berpangkal pada seorang leluhur yang gelarnya mengandung unsur “syailendra”. Prasasti Sojomerto mengungkap nama Dapunta Selendra, yang sudah jelas merupakan ejaan Sansekerta dari Syailendra. Maka dapat disimpulkan bahwa wangsa Syailendra berpangkal kepada Dapunta Selendra. Fakta bahwa prasasti tersebut menggunakan bahasa Melayu kuna menunjukkan bahwa Dapunta Selendra merupakan orang Indonesia asli, dan mungkin sekali berasal dari Sumatera karena di Sumateralah ditemukan banyak prasasti yang berbahasa Melayu kuna.

Prasasti Sojomerto 
Menurut prasasti Sojomerto, Dapunta Selendra sudah jelas beragama Syiwa. Namun bagian penutup prasasti mengungkap bahwa salah satu keturuannya, yaitu Sankhara kemudian berpindah agama menjadi Budha Mahayana. Prasasti ini tidak lengkap dan tidak diketahui angka tahunnya. Namun menurut palaeografinya, prasasti ini diperkirakan berasal dari pertengahan abad 8 M.

Prasasti Sankhara
Dengan kata lain, mungkin sekali pendapat Poerbatjaraka benar, yaitu wangsa Syailendra berasal dari Indonesia, yang awalnya beragama Syiwa, kemudian berpindah agama menjadi Budha Mahayana sejak pemerintahan Rakai Panangkaran, namun kemudian pindah agama lagi menjadi Syiwa sejak pemerintahan Rakai Pikatan.


Sumber:
Buku “Sejarah Nasional Indonesia II”, 1993, karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.


P.S.
Silakan kalau mau copy-paste, namun mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar