Home

Kamis, 30 Juni 2011

MI INSTAN

Perkembangan Mi Instan

Mi adalah makanan yang terbuat dari adonan tepung terigu, telur, dan air yang sudah ditipiskan. Mi instan pertama kali diciptakan oleh Mamofuku Ando pada 25 Agustus 1958 di Jepang. Dia kemudian mendirikan perusahaan Nissin dan memproduksi mi instan dengan nama “chikin ramen”.

Mi mulai berkembang cukup pesat pada 1971 ketika Nissin memperkenalkan mi dalam gelas bermerk “Cup Noodle” dengan kemasan styrofoam anti air yang bisa digunakan untuk memasak mi. Inovasi berikutnya yaitu ditambahkannya sayuran kering sebagai pelengkap.

Menurut survey di Jepang pada 2000, mi instan adalah ciptakan terbaik Jepang abad 20. Hingga 2002, setidaknya ada 94 milyar porsi mi instan dikonsumsi tiap tahunnya di seluruh dunia. Saat ini, Indonesia merupakan produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada 2005, China menduduki peringkat teratas dengan 45 milyar paket mi instan per tahun, disusul Indonesia dengan 14 milyar paket dan kemudian Jepang dengan 5,4 milyar paket. Namun, konsumsi mi instan terbanyak per kapita dipegang oleh Korea Selatan, dengan rata-rata 69 juta bungkus per tahun.


Kandungan Mi Instan

Dalam proses pembuatannya, mi instan sudah digoreng, sehingga bisa dimakan meski tidak dimasak. Namun, dimakan mentah atau matang, mi instan tetap saja termasuk makanan yang tidak sehat karena protein, vitamin, dan serat yang dikandungnya sangat rendah.

Mi instan merupakan makanan yang kaya karbohidrat. Dalam proses pembuatannya, mi instan mengalami penggorengan yang menyebabkan mi mengandung lemak jenuh (saturated fat) dan lemak trans yang banyak (lemak trans adalah lemak tambahan yang dibuat saat gas hidrogen bereaksi dengan minyak dalam proses hidrogenasi). Proses hidrogenasi ini untuk meningkatkan kekerasan dan stabilitas rasa makanan.

Mi instan juga mengalami proses pemasakan lanjutan (instanisasi), yaitu dikukus dan digoreng atau dikeringkan dengan udara panas hingga titik gelatinisasinya, lalu dikemas. Proses ini memungkinkan tingkat kemasakan mi yang sempurna bisa dicapai hanya dalam 3-5 menit perebusan.

Dilihat dari nilai gizinya, selain mengandung banyak karbohidrat, mi juga mengandung zat tenaga dengan kandungan protein yang relatif rendah. Bahan tambahan makanan (BTM) pada mi instan umumnya adalah pengembang adonan, penstabil adonan, pembuat emulsi, pembuat tekstur, dan zat pewarna. Semuanya merupakan BTM kimiawi khusus untuk industri pangan. BTM pada bumbu mi instan biasanya adalah monosodium glutamat (MSG, atau vetsin) dan pemberi rasa.

Sumbangan gizi dalam semangkuk mi siap santap kemasan 75 gram adalah sekitar 8 gram protein, 45 gram karbohidrat, 15 gram lemak, dan sejumlah protein dan vitamin. Total energi yang diperoleh sekitar 350 kilokalori energi.

Kandungan nutrisi dalam sebungkus mi instan di Indonesia antara lain:
Karbohidrat 57 gram, serat makan 3 gram, gula 6 gram, natrium 730 mg,niasin 35%, asam folat 30%, asam pantotenat 20%, kalsium 4%, dan zat besi 40%. Kandungan ini cukup untuk memberi asupan nutrisi per kajian.


Bahan Pengawet dalam Mi Instan

MSG dalam mi instan membuat mi terasa gurih. Bumbu gurih ini menandakan mi instan mengandung banyak garam dapur dan juga MSG, terutama mineral natrium (sodium).

Bahan lain yang juga sempat heboh adalah lapisan lilin. Lilin atau zat kimia lain sejenis wax tersebut digunakan agar mi tidak lengket setika dimasak. Dugaan inilah yang memunculkan banyak anjuran agak tidak makan mi setiap hari. Tubuh manusia memerlukan setidaknya tiga hari untuk membersihkan lilin tersebut. Dugaan susulan lainnya adalah bahwa lilin tersebut karsinogenik (pemicu kanker). Namun, isu adanya lilin ini dibantah oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), dan juga oleh produsen mi.


Efek Mi Instan

Mi instan juga tergolong “junk food” yang berefek buruk pada kesehatan, terutama bila dimakan secara berlebih atau sering.

Konsumsi mi instan yang berlebihan bisa memicu dan memacu peningkatan asam lambung (maag), karena tingginya kandungan garam dan vetsin.

Kebutuhan natrium pada anak usia di atas 4 tahun dan dewasa berkisar 2400-2800 mg/hari. Satu bungkus mi instan bisa mengandung 400 hingga lebih dari 2800 mg/bungkus. Akibatnya, bila mengonsumsi garam secara terus-menerus dapat menyebabkan hipertensi. Dan ini bisa terjadi bahkan pada anak kecil sekalipun.

Pengawet dalam mi instan bisa termasuk Ethyl Benzoat, Methyl P. Benzoat, Asam Benzoat, Calcium Benzoat, Potassium Benzoat, dan Sodium Benzoat. Tiap bahan mempunyai batas yang berbeda-beda. Bila tidak melebihi batas, maka tidak akan menjadi masalah.

Orang yang menderita gangguan lambung disarankan tidak mengonsumsi mi, karena mi mengandung ragi sehingga akan menambah gas dalam lambung. Selain itu, MSG juga sebaiknya dihindari oleh pengidap tekanan darah tinggi. Natrium dalam MSG akan membuat tekanan darah tinggi meningkat.


Solusi

Sebaiknya, makanlah mi yang kaya protein dan kandungan garamnya tidak berlebihan. Agar asupan gizi lebih baik, tambahkan bahan-bahan lain untuk meningkatkan gizi mi. Bahan-bahan yang bisa ditambahkan adalah telur untuk meningkatkan kadar protein dan sayuran segar seperti wortel, tomat, kol, sawi, atau tauge agar kadar vitamin dan mineralnya meningkat. Bakso, kornet, sosis, dan irisan daging sapi atau ayam pun bisa dijadikan pelengkap.

Sesuai namanya, mi instan sebaiknya tidak dijadikan sebagai makanan pengganti makanan utama (nasi dsb). Makanlah mi instan maksimal 2 kali seminggu. Sebagai “pengganjal” perut darurat, mi instan boleh saja dikonsumsi, namun bukan untuk dimakan secara rutin.


Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari mi instan, cobalah ikuti tips berikut ini:

1.      Perhatikan kondisi kemasan saat membeli. Pilih yang bersih, tidak robek, memiliki tanggal kadaluarsa yang jelas, dan tidak mengempis saat kemasannya ditekan.
2.      Setelah dibuka, perhatikan tekstur dan warna mi. Warna tidak berubah dan kemasan bumbu tidak bocor dan rusak. Jika kemasan bumbu dibuka, tidak ada bau aneh atau warna yang berubah.
3.      Baca petunjuk memasak dengan cermat. Didihkan air secukupnya sesuai saran penyajian. Masukan mi dan masak sesuai waktu yang dianjurkan pada kemasan. Kelebihan waktu dan takaran air bisa mengubah rasa mi.
4.      Jika memasak mi rebus, jangan membuang air rebusannya meskipun warnanya keruh. Mi instan diperkaya mineral dan vitamin yang akan larut dalam air. Jika air dibuang, vitamin dan mineral tersebut pun ikut terbuang.


Konsumsi mi instan yang terlalu banyak pun akan menguntungkan negara lain. Hingga kini, bahan baku mi instan, gandum, masih diimpor dari negara lain.

Berdasarkan data BPOM, jumlah produk mi instan yang terdaftar di Indonesia adalah 663 item jenis dalam negeri dan 466 item jenis luar negeri.


Fakta dan Mitos Seputar Mi Instan

Mitos:
Penggunaan styrofoam berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika styrofoam terkena air panas (ketika memasak cup noodle).

Fakta:
Styrofoam untuk mi instan terbukti aman digunakan, karena telah melewati standar BPOM. Cup yang dipakai untuk mi instan adalah styrofoam khusus untuk makanan. Cup ini memang bisa menyerap panas. Namun, karena proses pressing-nya memenuhi standar, molekul styrofoam tidak larut bersama mi instan saat mi diseduh. Jika mi instan menempel pada cup ketika diseduh, hal itu karena tingginya kadar minyak dalam mi.
Desain pun dibuat berbeda, yaitu dengan menambahkan gerigi di bagian atas sehingga tak langsung panas di tangan. Selain itu, expandable polysteren yang digunakan mi instan cup telah melewati penelitian BPOM dan Japan Environment Agency sehingga memenuhi syarat untuk mengemas produk pangan.


Mitos: Mi instan kenyal karena berbahan baku karet.
Fakta: Tidak ada bahan karet dalam mi instan.
Mi instan dibuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi dan pilihan terbaik seperti tepung terigu yang sudah difotifikasi dengan zat besi, zinc, vitamin B1, B2, dan asam folat. Begitu pun dengan bumbu, yaitu bawang merah, cabe merah, bawang putih, dan rempah-rempah.


Mitos: Metode dua air terpisah adalah cara terbaik memasak mi.
Fakta: Air rebusan pertamalah yang justru mengandung banyak betakaroten tinggi.
Semua vitamin yang larut dalam air terdapat di air rebusan pertama. Apabila air rebusan pertama tadi diganti dengan air matang baru, semua vitaminnya hilang. Selain itu, minyaknyalah yang membuat mi lebih enak. Kandungan betakaroten dan tocoferol dalam minyak juga berguna sebagai kebutuhan gizi.


Mitos: Mi instan mengandung lilin sehingga airnya menguning ketika dimasak.
Fakta: Mi instan tidak mengandung lilin.
Lilin adalah senyawa inert untuk melindungi makanan agar tidak basah dan cepat membusuk. Lilin pun sebenarnya ada secara alami dalam apel dan kubis. Jika kubis dicuci, kubis tidak langsung basah. Jika apel digosok, apel akan mengkilap. Hal itu karena adanya lilin alami dalam kubis dan apel.
Dalam mi instan, yang merupakan produk kering, lilin sama sekali tidak dibutuhkan. Air yang menguning saat mi dimasak disebabkan proses deep frying yang berkadar minyak tinggi. Deep frying dilakukan agar kadar air bisa ditekan sampai titik terendah, sehingga mi instan lebih awet. Kadar minyak ini tersisa pada mi dan menyebabkan mi mengkilap, dan air rebusan menguning dan berminyak.


Thanks for reading ^_^

Sumber:

PS:
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



4 komentar:

  1. baru tau klo air rebusan mi jangan dibuang,
    tp katax klo air rebusan mi tu mengandung zat pengawet dari rebusan mi nya itu, jd gmn?

    BalasHapus
  2. @dizzie: iya memang ada pengawetnya juga, tp seperti yg ada di artikel, pengawetnya masih dalam batas aman kok. asal ga berlebihan dan ga sering aja konsumsinya ^_^

    BalasHapus
  3. @wildan: maksimal 2x seminggu aja. bahkan ada juga dokter yg nyaranin maksimal 1x seminggu

    BalasHapus